Sapaan Hati-Nya
- Oleh: Pst. M. A. Yuwono, OSC
- May 2, 2014
- 3 min read

Dalam liturgi dan Kitab Suci, kata ‘hati’ biasanya dipakai dalam arti kiasan, lebih menunjuk pada pribadi. Kata ‘hati’ tidak mutlak melambangkan kehidupan afektif, melainkan juga meliputi berbagai segi kepribadian manusia. ‘Hati’ juga dimengerti sebagai tempat yang tersembunyi, batin, yang diperlawankan dengan wajah atau bibir (segi lahiriah); ‘hati’ juga dimengerti sebagai sumber pikiran-pikiran, iman, paham, semangat, bahkan kekerasan; ‘hati’ adalah pusat keputusan-keputusan yang menentukan, kesadaran moral, hukum yang tidak tertulis; ‘hati’ adalah tempat pertemuan dengan Allah, satu-satunya yang dapat menyelami lubuk hati manusia. Hati menjadi tempat kediaman Roh Anak Allah, Roh yang menyatakan kepada manusia kasih Allah serta mendorongnya untuk berseru “Abba” kepada Allah.
Semua pembicaraan dan refleksi mengenai kebaktian kepada Hati Kudus Yesus selalu harus dimulai dengan arti kata ‘hati’. Dalam kebanyakan bahasa modern dipakai kata ‘jantung’ (Inggris: heart, Perancis: coeur, Jerman: herz, Italia: coure; semua kata itu berasal dari kata Latin cor, cordis). Kata ‘hati’ memiliki arti yang luas. Secara harafiah kata ‘hati’ juga diartikan “isi rongga perut” (Latin: viscera), atau juga beten (‘batin’, Indonesia). Dalam bahasa Yunani Latin dan bahasa-bahasa Barat dipakai kata kardis (Yunani), cor (Latin) yang berarti jantung.
Walaupun tiap kebudayaan tidak selalu menunjuk pada bagian badan yang sama, ‘hati’ berarti pusat dan sumber hidup pribadi manusia, suatu titik konsentrasi pribadi, pusat hidup batin. Dari hati itulah timbul pengertian, perasaan, kesusilaan, keutamaan dan kehendak. Dalam hati terasakan kebaikan, keberanian, dan cinta kasih.
Di satu pihak, hati menunjuk pada sisi ‘fisik’ hati itu sendiri. Hati merupakan bagian organ tubuh manusia. Di lain pihak, hati menunjuk pada ‘perasaan’. Hati adalah tempat dan pusat segala perasaan batin, tempat tersimpan rahasia dan pengalaman pribadi. Orang dapat “berkata dalam hati”, bahkan “menangis dalam hati”. Yesus sendiri berkata bahwa pikiran “timbul dari (hati) seseorang” (Mrk.7:21). Paulus mengatakan, “dengan hati orang percaya dan dibenarkan” (Rm.10:10). Pada intinya “yang diucapkan mulut, meluap dari hati” (Mt.12:34). Sikap dan perasan manusia berpusat pada hatinya.
Dalam konteks Devosi Hati Kudus Yesus, kata ‘hati’ menunjuk pada pribadi Yesus, khususnya rahasia hidup dan karya penyelamatan-Nya. Istilah “Hati Kudus” yang ditujukan kepada Yesus adalah ungkapan anthropomorfis untuk menunjukkan sikap kasih-Nya terhadap manusia. Sebagai hati insani, “Hati Yesus” merupakan lambang pusat kepribadian Yesus, pusat perasaan, kebebasan dan kesadaran Tuhan Yesus. Dari dalam Hati-Nya, Yesus menyerahkan diri kepada misteri Allah dan karya penyelamatan-Nya demi kehidupan manusia. Maka, ‘hati’ Yesus adalah lambang unggul cinta kasih ilahi.
Spiritualitas Hati Kudus dapat dilihat dari dua aspek, yaitu subjektif dan objektif. Pada aspek subjektif diungkapkan sikap manusia, kualitas hatinya terhadap Allah dan perintah-perintah-Nya serta terhadap sesama. Ini menyentuh baik yang vertikal, yaitu relasi manusia dengan Allah, maupun aspek horizontal, yaitu relasi kepada dan di antara sesama manusia. Pada aspek objektif diungkapkan sikap Allah, sikap Hati Kudus-Nya sebagai objek yang disembah, dihormati, yang menjadi perhatian, permenungan, meditasi, refleksi, ibadat dan devosi.
Devosi Hati Kudus Yesus membuat Cinta Kristus hidup di dalam diri manusia, dan mendorongnya untuk membalas cinta-Nya. Berdevosi Hati Kudus Yesus tiada lain adalah berbakti kepada Cinta Yesus yang meluap terhadap manusia meski Cinta-Nya itu tidak selalu dibalas oleh manusia. Dalam berdevosi Hati Kudus Yesus kita melihat ada tiga unsur dalam lambang Hati Kudus Yesus, yaitu: (1) Cinta kasih Penebus yang bernyala-nyala, (2) Kerinduan Hati-Nya untuk mendapat balasan cinta kasih, dan (3) Penderitaan, kedukaan dan kekecewaan-Nya karena tidak dibalas cinta-Nya.
Hati Yesus adalah lambang sekaligus ungkapan cintakasih Allah kepada manusia, dan karena itu dihormati oleh orang-orang beriman. Dasar teologisnya kebaktian kepada Hati Kudus Yesus adalah kesatuan antarpribadi Tritunggal, dan sasarannya adalah pribadi ilahi. Dalam kebaktian itu tercakup pula unsur-unsur subjektif dan psikologis terhadap kasih Kristus yang menyelamatkan, seperti terungkap dalam sengsara-Nya.
Landasan utama Devosi Hati Kudus Yesus adalah cintakasih Allah yang tiada tara kepada manusia. Cinta Allah itu dilambangkan secara ekspresif dalam Hati Yesus yang terbuka di salib (Yoh.19:31-37). Hati yang terbuka adalah sumber kehidupan manusia, “karena dari dalam hati-Nya mengalir aliaran-aliran air hidup” (Yoh.7:37-38). Hati yang terbuka itu pula yang yang mengguncang setiap orang agar “memandang kepada Dia yang mereka tikam” (Yoh. 19:37, Why. 1:7). Semua orang yang mau terpaut pada hati yang terbuka dipanggil untuk mewujudkan persaudaraan dan persatuan dalam hidup (Yoh.17:21), serta membangun sikap hati yang tanggap dan peka untuk melaksanakan kehendak Allah (Ibr.10:9).
Landasan biblis ini mendapat peneguhan dalam refleksi spiritual mengenai kasih Allah. Hati Allah adalah hati yang selalu mencintai. Bagaimanapun situasi manusia, Allah ‘nekat’ mencintainya, justru karena Ia adalah Allah dan bukan manusia. Hati Allah begitu peka akan situasi manusia yang berada dalam kemalangan sehingga Ia tergerak mengambil tindakkan untuk menyelamatkannya, dengan mengutus Yesus Kristus Putera-Nya yang juga mencintai tanpa tanpa batas hingga wafat di kayu salib. Hati Yesus adalah hati yang menggemakan hati Allah. Cinta kasih Allah menjadi nyata dan hadir di tengah-tengah manusia dalam hati Yesus.
Comentários